PERAN WANITA DALAM KEILMUAN
قَالَ عُرْوَةُ لِعَائِشَة: يَا أمْتَاه: لاَ أَعْجِبُ مِنْ فِقْهِكِ، أَقُوْلُ: زَوْجَةُ رَسُوْلِ اللهِ، وَلاَ أَعْجِبُ مِنْ عِلْمِكِ بِالشِّعْرِ وَأَيَّامِ النَّاسِ، أَقُوْلُ: اِبْنَةُ أَبِيْ بَكْرٍ الصِّدِّيْقِ الَّذِيْ كَانَ مِنْ أَعْلَمِ النَّاسِ بِأَنْسَابِ الْعَرَبِ وَشِعْرِهِمْ. وَلَكِنْ أَعْجِبُ مِنْ عِلْمِكَ بِالطِّبِ، كَيْفَ هُوَ؟ وَمِنْ أَيْنَ هُوَ؟ فَقَالَتْ عَائِشَةُ: أَيْ عُرِيَّةُ إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ كَانَ يُقَسِّمُ عِنْدَ آخِرِ عُمْرِهِ فَكَانَتْ تُقَدِّمُ وُفُوْدَ الْعَرَبِ مِنْ كُلِّ وَجْهٍ فَتَنَعْتُ لَهُ اْلأَنْعَاتِ وَكُنْتُ أَعَالِجُهُ.
Berkatalah ‘Urwah dari Aisyah: “ Wahai Ibu, saya tidak terheran dengan keahlian ilmu fiqih mu. Saya katakana: Istri Rasulullah, saya tidak terheran pada keahlian sejarah perang dan keseharianmu berhubungan dengan orang lain, saya katakan: putri Abu Bakar Assidiq merupakan seseorang yang paling pandai dengan nasab-nasab Arab dan syair-syair mereka, akan tetapi saya paling heran dengan ilmumu mengenai pengobatan. Bagaimana itu bisa? ‘ maka Aisyah menjawab: “ sesunguhnya di masa-masa akhir usia Rasulullah, maka Aisyah meminta utusan dari beberapa daerah di Arab yaitu juru ramu yang meramu untuk pengobatan, dan saya yang mengobati beliau”.
هَذَا مَوْقِفُ يَتَّصِلُ بِقَضِيَّةٍ مِنْ أَهَمِّ قَضَايَا الْمُسْلِمِيْنَ فِي اْلعَصْرِ الْحَاضِرِ. وَيَأْتِيْ هَذَا الْمَوْقِفُ لِيَكُوْنَ حِكْمَةً وَبُرْهَانًا عَلَى مَكَانَةِ الْمَرْأَةِ فِي الْإِسْلاَمِ، وَدَوْرُهَا فِي اْلعِلْمِ وَفِي اْلحَيَاةِ الْعَامَّةِ. فَالْاِسْلاَمُ كَرَّمَ الْمَرْأَةَ بِنْتًا، وَجَعَلَ تَرْبِيَّةَ الْبَنَاتِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ، وَكَرَّمَ الْمَرْأَةَ أُمًّا، فَجَعَلَ الْجَنَّةَ تَحْتَ أَقْدَامِ اْلأُمَّهَاتِ، وَكَرَّمَ الْمَرْأَة فَجَعَلَ إِكْرَامِهَا مُيَزَانًا لِخَيْرِيَّةِ الرَّجُلِ لِقَوْلِهِﷺ: ((خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِيْ))
Hadis ini berkaitan dengan hal-hal yang paling penting untuk orang-orang muslimin sekarang. Hadis ini memberi hikmah sebagai bukti kebijaksanaan atas kedudukan perempuan dalam Islam serta perananya dalam ilmu pada kehidupan umum. Maka dari itu Islam memuliakan anak perempuan yang menjadikan pendidikan anak-anak perempuan mereka sebagai jalan ke surga. Kemudian Islam mengajarkan kemuliaan perempuan adalah seorang Ibu. Maka hal ini menjadikan surga itu berada ditelapak kaki para Ibu. Kemuliaan wanita menjadi pertimbangan baik bagi laki-laki, seperti sabda Rasulullah: “ terbaik dari terbaik diantara kalian semua adalah yang terbaik untuk keluargamu, dan aku yang terbaik untuk keluargaku.
وَلَمْ يَعْزِلِ اْلإِسْلاَمُ الْمَرْأَةَ عَنِ الْحَيَاةِ الْعَامَّةِ وَالْمُشَارِكَةِ فِيْهَا كَمَا يُزْعِمُ أَعْدَاءَ الْإِسْلاَمِ، بَلْ أَتَاحَ لَهَا الْمُشَارِكَةُ فِي الْجِهَّادِ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ، وَفِي الْعِلْمِ، وَفِي الدَّعْوَةِ إِلىَ اللهِ تَعَالى، وَفِي الْحَيَاةِ الْعَامَّةِ. وَكُلُّ ذَلِكَ فِيْ إِطَارٍ طَاعَةٌ رَبَّهَا دُوْنَ تَفْرِيْط فِيْ هُدًى مِنْ هُدَى دِيْنِهَا.
Islam tidak memisahkan wanita dari kehidupan umum maupun peperangan di dalamnya, seperti halnya, anggapan musuh Islam, tetapi memberi kesempatan bergabung di dlam jihad kepada Allah, di dalam keilmuan, dan dalam dakwah Allah, serta dalam kehidupan pada umumnya. Semua itu merupakan upaya dalam ketaatan kepada Tuhan tanpa mengabaikan petunjuk yang ditunjukkan agamannya.
وَنَحْنُ-فِيْ هَذَا الْمَوْقِفِ- أَمَامَ شَخْصِيَّةٍ ثَرِيَّةٍ جِدًّا. إِنَّهَا قِمَةٌ مِنَ الْقِمَمِ النِّسَائِيَّةِ الَّتِيْ اْنتَفَعَتِ الْبَشَرِيَّةِ بِعِلْمِهَا وَمَوَاقِفِهَا، وَحَسْبُهَا أَنَّ اللهَ تَعَالَى أَنْزَلَ فِيْهَا قُرْآناً يُتْلَى فِيْ مَوْقِفِ عَدِيْدَةٍ. إِنَّهَا أُمُّ الْمُؤْمِنِيْنَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهَ عَنْهَا.
Dan kami ( dalam hadis ini ) memiliki karakter yang kuat. Sesunguhnya karakter dari kaum wanita itulah yang maksimal dari wanita yang bermanfaat bagi golongannya melalui ilmunya, melalui kedudukannya, dan dengan pemikirannya. Sesunguhnya Allah telah menurunkan di dalam Al-Qur’an, sesuatu yang mana disampaikan pada penjelasan hadis ini. Bahwa sesuguhnya Ibu dari para orang mukmin adalah Aisyah R.A.
وَعَنْ دَوْرُهَا فِي الْعِلْمِ كَمَا يَظْهَرُ مِنَ الْمَوْقِفِ فَإِنَّ السَّيِّدَةَ عَائِشَة-رَضِيَ اللهَ عَنْهَا-كَانَ لَهَا عَلِمَ بِالْحَدِيْثِ، فَقَدْ رَوْت أَكْثَرُ مِنْ أَلْفَى حَدِيْثِ ذُكِرَ لَهَا فِي الصَّحِيْحَيْنِ مِنْهَا سَبْعَةُ وَتِسْعُوْن َوَمِائَتَا (297) حَدِيْثٍ. وَكَانَ لِلسَّيِّدَةِ عَائِشَةِ-رَضِيَ اللهَ عَنْهَا- عَلِمَ بِتَفْسِيْرِ آيَاتِ الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، فَمِنْ ذَلِكَ سُؤَالِ عُرْوَةِ عَائِشَةَ عَنْ قَوْلِهِ تَعَالَى:
Dan dari peranannya dalam ilmu seperti yang telah dijelaskan pada hadis ini di atas, maka sesunguhnya Sayidah Aisyah mengetahui tentang hadis. Beliau telah meriwayatkan sebagian besar dari 2000 hadis yang telah dikumpulkan dalam ‘shokhikhain’ yaitu hadis Bukhori Muslim. Darinya ( Aisyah ) telah meriwayatkan sebanyak 297 hadis. Selain itu Aisyah juga mengetahui tentang tafsir ayat-ayat Al-Qur’an. Maka dari itu, Urwah bertanya kepada Aisyah tentang firman Allah:
إِنَّ ٱلصَّفَا وَٱلۡمَرۡوَةَ مِن شَعَآئِرِ ٱللَّهِۖ فَمَنۡ حَجَّ ٱلۡبَيۡتَ أَوِ ٱعۡتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَاۚ وَمَن تَطَوَّعَ خَيۡرٗا فَإِنَّ ٱللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ
(البقرة\158)
“ Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi´ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber´umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa´i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui”.
فَأَجَابَتْ: لِأَنَّ النَّبِيِّ قَدْ مَشَّى بَيْنَهُمَا، فَلَيْسَ لِأَحَدٍ أَنْ يَتْرَكَ الطَّوَافَ بَيْنَهُمَا أَوْ أَنْ يَّتَحْرَجَ مِنْ ذَلِكَ.
Maka Sayidah Aisyah menjawab: “ Sesunguhnya Nabi telah berjalan diantara keduannya, maka tidak ada satupun yang meninggalkan tawaf diantara keduannya”.
وَكَانَ لِلسَّيِّدَةِ عَائِشَةِ-رَضِيَ اللهَ عَنْهَا- مُشَارِكَة فِي الْحَيَاةِ الْعَامَّةِ، فَقَدْ طَلَبَتْ-رَضِيَ الله عَنْهَا- مِنْ عُمَرِ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ الله عَنْهُ وَهُوَ فِي النَّزْعِ الْأَخِيْرِ أَنْ يُعَيِّنُ لِلْأُمَّةِ خَلِيْفَةَ مِنْ بَعْجَه حَتَّى لاَ تَتَفَرَّقُ الْأُمَّة مِنْ بَعْدِهِ.
Sayidah Aisyah R.A. bersosialisasi dengan kehidupan umum, maka dari itu dia mencari ilmu dari Umar bin Khatab R.A. pada masa – masa akhir keperintahannya Umar, dengan tujuan untuk membantu umat setelah Kholifah, sehingga tidak terjadi pertikaian sesudahnya.
ثُمَّ يُبَيِّنُ الْمَوْقِف أَنَّ السَّيِّدَة عَائِشَة مِنْ فِقْهِهَا. وَعِلْمِهَا بِأَنْسَابِ الْعَرَبِ وَشِعْرِهِمْ، تَعْلِمَتِ الطِّبْ، وَسَأَلَهَا عُرْوَة عَنْ مَصْدَرِ هَذَا الْعِلْم. فَأَجَابَت ((بِأَنَّهَا اِسْتَفَادَت مِنَ الْأَطِبَّاءِ الَّذِيْنَ كَانُوْا يَأْتُوْنَ مَعَ وُفُوْدَ الْعَرَبِ إِلَى رَسُولِ الله ﷺ فِيْ أَوَاخِرِ عُمْرِهِ، وَكَانَ النَّبِيِّﷺ يُصِيْبُهُ الْمَرْضَ، فَكَانُوْا يُصْفُوْنَ لَهُ بَعْضَ الْأَدَوِيَّة، وَكَانَت السَّيِّدَة عَائِشَة-رَضِيَ الله عَنْهَا- هِيَ الَّتِيْ تَقُوْمُ بِتَمْرِيْضِهِ وَمَعَالِجَتِهِ بِهَذِهِ الْأَدَوِيَّةِ، فَتَمَّ لَهَا هَذَا الْعِلْمِ.
Kemudian dijelaskan bahwa kefahaman Aisyah berasal dari keahlian ilmu fiqihnya. Ilmunya berasal dari nasab orang Arab dan syi’ir orang Arab. Telah belajar ilmu pengobatan dan bertanyalah Urwah metode ilmu ini. Maka menjawablah Aisyah karena sesunguhnya hal itu dibutuhkan dari para dokter yang akan datang dengan para utusan kepada Rasulullah di akhir usia beliau, ketika nabi menderita sakit, maka mereka berkumpul untuk meramu obat untuk nabi. Dan Sayidah Aisyahlah yang merawat serta mengobati nabi dengan ramuan itu. Maka sempurnalah ilmunya.
والله أعلم
( Sebuah Analisis )
Orang tua adalah guru, pendidik, dan sosok teladan pertama bagi anak-anak mereka, orang tua yang senantiasa mentaati Allah dengan memberikan pendidikan bagi anak-anak mereka. Orang tua shaleh selain menghidangkan makanan yang baik, juga memberikan pengajaran-pengajaran yang baik pula. Ayah di dalam struktur keluarga berkedudukan sebagai pemimpin dalam rumah tangga, dialah panglima yang menjadi tauladan bagi istri dan anak-anaknya. Sementara ibu adalah petugas lapangan yang secara langsung akan menjadi madrasah pertama ( madrasah ula ) bagi anak-anak mereka. Maka dapat dikatakan peran wanita ( dalam pembahasan di sini ) sebagai Ibu dalam mendidik anak lebih besar dari pada peran Ayah ketika itu dalam hal mendidik anak. Salah satu yang menyebabkan hal ini terjadi adalah disebabkan seorang Ibu akan lebih banyak tinggal di rumah sehingga intensitas pertemuan dengan anak lebih banyak dari pada Ayah yang memiliki kewajiban untuk mencari nafkah bagi keluarga yang sebagian banyak waktunnya dihabiskan di luar rumah. Demikian juga dengan sifat wanita yang lembut dan penuh kasih saying membuat seorang wanita lebih bisa dekat dengan pribadi anak.
Seorang wanita yang shalihah tidak hanya menghidangkan makanan kemulut anaknya, akan tetapi juga memberikan santapan ilmu dan juga santapan iman. Disamping memberikan ASI, Ibu juga memberikan air kehidupan bagi anak, yakni prinsip-prinsip terbaik dalam kehidupan. Disamping memberikan kasih sayang, Ibu juga memberidengar kepada anak mereka untaian dzikir dan shalawat nabi-Nya yang akan membuat jiwa anak tumbuh dengan rasa cinta kepada agama Islam secara keseluruhan sampai akhir.
Peran wanita dalam hal ilmu tidak bisa diragukan lagi. Mungkin jika dilihat dari segi lembaga pendiidkan formal, semisal sekolah, peran seorang wanita tidak banyak bedannya dengan laki-laki. Tapi jika dilihat dari segi pendidikan non formal, yaitu pendiidkan keluarga, maka proses pendidikan anak yang paling menentukan adalah ditangan Ibu. Wanita dengan ilmu yang dimilikinnya akan menjadi pendidik yang baik dalam mentrasfer ilmu. Sebagai pendidik di rumah maka sudah seharusnya Ibu memiliki ilmu yang memadai. Baik ilmu secara agama, maupun ilmu duniawi di luar pengetahuan agama. Dimulai dari memiliki pengetahuan tentang halal dan haram, prinsip-prinsip Islam dalam ber-etika, dan memahami secara global peraturan-peraturan dan kaidah-kaidah syariat Islam. Jika kompetensi tersebut dimiliki oleh seorang Ibu, maka akan terbentuk generasi-generasi Islam dengan akhlak Islami.
Tapi jika Ibu atau wanita sebagai pendidik tidak mengetahui hal-hal di atas, terlebih tentang konsep dasar mendidik anak, maka akan terbentuk pribadi anak yang tidak matang. Mengalami keraguan dalam bidang spiritual, mengalami goncangan dalam bidang moral dan social serta akan membuat anak mengalami goncangan mental. Semua hal ini akan menjadikan anak di masa depan menjadi pribadi yang kurang diperhatikan serta diragukan eksistensinya.
Tidak perlu diragukan lagi bahwa wanita sebagai madrasah ula bagi anak-anak mereka akan sangat mempengaruhi kehidupan masa depan anak-anak mereka secara umum. Maka untuk itu, sebagai wanita yang akan menjadi Ibu, sudah seharusnya para wanita muslim mencari ilmu dengan optimal agar kelak ketika menjadi Ibu dapat menjadi madrasah ula yang terbaik untuk anak-anak mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar