MENGHORMATI GURU DAN TEKUN BELAJAR
قال الشيخ الإمام الأرسابندي وجدت المنصب بخدمة الأستاذ.
Syaikh Imam Al-Arsyabandi berkata bahwa saya memperoleh kedudukanku ini karena pengabdian kepada guru.
فإني كنت أخدم أستاذي أبا يزيد الدبوسي وكنت أخدمه وأطبخ طعامه ثلاثين سنة ولا آكل منه شيئا.
Sesungguhnya saya mengabdi kepada guruku Abu Yazid Ad-Dabusi, berkidmah dan memasakkan makanan beliau selama tiga puluh tahun tanpa pernah ikut memakannya sedikitpun.
فيجب على طالب العلم أن يحترم أستاذه غاية الاحترام ليكون علمه نافعا وبركة.
Diwajibkan kepada pencari ilmu untuk menghormati gurunya dengan niat memulyakan agar ilmunya bermanfaat dan barokah
قال الشاعر:
Penyair berkata:
إن المعلّمَ والطبيبَ كلاهما # لا ينصحانِ إذا هما لم يُكرما
Sesungguhnya guru dan dokter, keduanya tidak akan mendiagnosis jika tidak dihormati.
فاصبِرْ لدائك إن جَفَوْتَ طبيبَها # واقْنَعْ لجهلِك إن جفوتَ معلِّمَا
Jika engkau abaikan dokter, sabarkanlah penyakitmu. Jika engkau abaikan guru, terimalah kebodohanmu.
ومن تعظيم العلم هو تعظيم الكتاب، فينبغي لطالب العلم أن لا يأخذ الكتاب إلا بالطهارة.
Salah satu wujud penghormatan terhadap ilmu adalah memuliakan kitab. Karena itu, dianjurkan bagi penuntut ilmu agar tidak mengambil kitab kecuali dalam keadaan suci.
وحكي أن الشيخ السرخشي رحمه الله تعالى كان مبطونا وكان يكرر في ليلة
Syaikh As Sarkhasi ra menceritakan bahwa pernah sakit pada suatu malam.
للوضوء سبعَ عشرةَ لأنه لا يكرر لمسح الكتاب إلا بالطهارة.
Beliau berwudhu hingga 17 kali, karena tidak pernah belajar kecuali dalam keadaan suci.
ولا ينبغي أيضا أن يمدّ رجله إلى الكتاب.
Dan seyogyanya jangan pula menjulurkan kaki ke arah kitab.
ويضع كتب التفسير فوق سائر الكتب تعظيما. ولا يضع على الكتاب شيئا آخرَ.
Dan hendaklah meletakkan kitab tafsir di atas kitab yang lain dengan niat memuliakannya. Dan jangan meletakkan sesuatu yang lain di atas kitab.
ومن تعظيم العلم الآخر أن يجود كتابة الكتاب ولا يُقَرْمِط ويترك الحاشية إلا عند الضرورة.
Dan termasuk memuliakan ilmu yang lain yaitu menulisnya sebagus-bagusnya dan jangan mencoret-coret dan jangan pula membuat catatan-catatan yang mengaburkan tulisan kitab, kecuali terpaksa.
قال أبو حنيفة كاتبا يقرمط في كتابته: لاتقرمط خطك لأنك إن عِشت تَندم وإن مُتَّ تُشتم يعني إذا شِحْتَ وضعف بصرُك ندمتَ على ذلك.
Imam Abu Hanifah berkata dalam kitabnya: jangan membuat kacau tulisanmu, jika kau masih hidup akan menyesal dan jika kau mati akan maki. Maksudnya: jika kau tua dan matamu rabun maka akan menyesal sendiri.
ومن تعظيم العلم تعظيم الشركاء في طلب العلم والدرس والتملق مذموم إلا في طلب العلم
Salah satu cara memuliakan ilmu, adalah menghormati teman dalam menuntut ilmu dan berkasih sayang itu mulia kecuali dalam menuntut ilmu.
فإنه ينبغي أن يتملق لأستاذه وشركائه ليستفيد منهم.
Karena itu murid dianjurkan berkasih sayang dengan guru dan teman sebangku agar mudah mendapat pengetahuan dari mereka.
وينبغي لطالب العلم أن يستمع العلم والحكمة و الحرمة وإن سمع مسئلة واحدة أو كلمة واحدة ألف مرة.
Dianjurkan kepada penuntut ilmu agar memperhatikan seluruh ilmu dan hikmah dengan penuh ta’dhim serta hormat, meskipun telah seribu kali ia mendengar keterangan dan hikmah yang itu-itu juga.
قيل: من لم يكن تعظيمه بعد ألف مرة كتعظيمه في أول مرة فليس بأهل العلم.
Dikatakan: “barang siapa yang ta’dhim-nya setelah seribu kali berulang tidak seperti ta’dhim-nya yang pertama kali, maka dia bukan ahli ilmu.”
وينبغي لطالب العلم أن لا يجلس قريبا من الأستاذ بغير ضرورة
Dan dianjurkan kepada penuntut ilmu agar jangan duduk terlalu dekat dengan guru kecuali terpaksa.
بل ينبغي أن يكون بينه وبين الأستاذ قدر القوس، فإنه أقرب إلى التعظيم
Tetapi hendaklah mengambil jarak antara keduanya sejauh busur panah, karena posisi demikian lebih menghormati.
وأقرب إلى الاستماع والرؤية.
Pada kedekatan yang demikian agar mampu mendengarkan dan melihatnya
ويجب على طالب العلم أن يجتنب الأخلاق المذمومة خصوصا عن التكبر لأنه لا يحصل العلم.
Wajib kepada pencari ilmu untuk menjauhi akhlak tercela, khususnya dari sifat sombong, karena kesombongan tidak akan memperoleh ilmu
قال الشاعر:
العلمُ حربٌ للفتى المتعالي # كالسيلِ حربٌ للمكان العالي
Ilmu itu musuh bagi orang sombong, laksana banjir yang tak mampu sampai pada dataran tinggi.
وقيل:
بجِدٍّ لا بجِدٍّ كلَّ مجدِ # فهل جَدٌّ بلا جَدٍّ بمُجْدي
Diraih keagungan dengan kesungguhan bukan semata kebesaran, bisakah keagungan didapat dengan kebesaran tanpa dengan semangat?
فكم عبدٍ يقوم مقامَ حرٍّ # وكم حرٍّ يقوم مقامَ عبدٍ
Berapa banyak hamba menyandang pangkat merdeka? Dan berapa banyak orang merdeka berpangkat budak?
ثم لا بد لطالب العلم من الجد والمواظبة كما أشار تعالى في القرآن الكريم:
Imam Syafi’i berkata: wajib kepada pencari ilmu untuk sungguh-sungguh dan rajin seperti yang difirmankan oleh Allah dalam Al-Quran yang mulia:
والذين جاهدوا فينا لنَهدينّهم سبلَنا
Dan mereka yang berjuang untuk (mencari keridhoan) Kami niscaya akan kami tunjukkan mereka kepada jalan kami.
وقوله تعالى ييحيى خذ الكتاب بقوّة
وقيل من طلب شيئا وجدّ وجد.
Dan diucapkan barang siapa yang mencari sesuatu dengan sungguh-sungguh maka akan berhasil.
ومن قرع البابَ ولجّ ولج. وقيل بقدر ما تتعنّى تنال ما تتمنّى، بقدر الكدِّ تكتسب المعالي.
Barang siapa yang mengetuk pintu bertubi-tubi maka akan masuk ke dalamnya, dan diucapkan sekiranya akan memperoleh sesuatu yang diinginkan sejauh kepayahaannya dan begitupula drajat yang mulia
ومن طلب العلى سهر الليالي.
Barang siapa yang mencari kemulyaan maka hendaknya terjaga pada malam hari
ومن طلب العلا بغير كد أضاع العمر في طلب المحال.
Barang siapa yang mencari kemulyaan tanpa terjaga pada malam hari maka di dalam umurnya perkara memperoleh kesia-siaan dan perkara yang mustahil .
وقال الإمام الشافعي رحمه الله:
الجدُّ يُدْنِي كلَّ أمرٍ شاسعٍ # والجِدُّ يفتحُ كلَّ بابٍ مُغلَقِ
Dengan kesungguhan, perkara jauh menjadi dekat. Pintu terkunci menjadi terbuka.
وأحقُّ خلقِ الله بالهَمِّ امْرُؤٌ # ذو همّةٍ يُبْلى بِعَيْشٍ ضيّقِ
Titah Allah yang paling berhak untuk menyebut sengsara. Orang bercita tinggi namun hidupnya miskin.
ومِن الدليلِ على القضاءِ وحُكمِه # بُؤْسُ اللّبيبِ وطيبِ عيْشِ الأحْمَقِ
Salah satu bukti qadla dan hukum Allah, orang pandai hidupnya susah dan si bodoh hidupnya mewah.
لكنّ مَن رُزق الحِجى حُرِمَ الغِنى # ضِدّانِ يفْترقان أي تفرُّقُ
Orang diberi akal tetapi tidak diberi harta, dua anugrah yang berbeda, satu di sini sementara satunya lagi di sana.
والله أعلم
PEMBAHASAN
- Memuliakan Guru
Memetik filosofi Jawa bahwa laksana tanaman padi yang kian menunduk seiring bertumbuhnya biji padi yang dikandung. Begitulah seharusnya etika pencari ilmu yang kian menunduk seiring bertambahnya ilmu terlebih dihadapan guru. Memuliakan guru merupakan wujud kepemilikan keilmuan yang kita sandang.
- Memuliakan Kitab
Menulis dengan baik merupakan salah satu bentuk memuliakan kitab. Abu Hanifah dengan tegas menegur seorang yang tulisannya kacau. Hikmahnya adalah ketika suatu hari ingin membaca, akan menyulitkan dan akhirnya menyesal. Dan ketika telah tiada, hanya akan menerima cacian sebab apa yang ditulisnya tidak memberikan manfaat sedikitpun bagi pembaca.
- Menghormati Teman
Konrad Herman Josef Adenauer (1876-1967) konselir pertama Republik Federasi Jerman pernah mengatakan, kita semua hidup dibawah langit yang sama, tetapi tidak semua dari kita memiliki cakrawala yang sama. Begitu pula teman seperguruan, bisa jadi mendapatkan pengetahuan yang berbeda meski berguru pada guru yang sama di bawah atap yang sama. Adakalanya kita perlu berdiskusi dan saling berbagi pengetahuan. Pengetahuan, kedewasaan, serta pengalaman disandang setiap manusia dengan kapasitas yang berbeda-beda, dan tidak terpaut pada umur.
Menghormati teman akan memudahkan kita untuk mencari ilmu. Karena merekalah yang paling dekat dengan kita. Bisa jadi, mereka yang akan membantu kita menjawab persoalan sesat pikir yang tengah atau akan melanda di suatu hari kelak.
- Antusias Belajar
Mendengar hal yang sama untuk sekian kali mungkin terasa membosankan. Namun etika ahli ilmu dituntut untuk tetap memperhatikan. Hikmahnya, belum tentu kita mendapatkan persepsi yang sama dari pembahasan yang sama. Sehingga bisa jadi kita tetap menemukan ilmu baru.
Belum tentu kita memperoleh ilmu pada waktu pelajaran sedang berlangsung. Adakalanya ilmu itu didapat pada waktu pelajaran telah berlalu. Berupa pemahaman esensial dari perkara yang sama.
- Kesungguhan Hati
“Budaya hero bercirikan suatu upaya pencapaian prestasi dengan bekerja keras, tekun, sabar, berproses langkah demi langkah, alami dan memakan waktu.” Stephen R. Covey dalam bukunya Seven Habits of Highly Effective People (1989). Sebuah budaya yang identik dengan kesungguhan dan menghapuskan pandangan instan pada suatu proses.
Kesuksesan adalah hukum pasti yang akan terbayar dengan kesungguhan. Hasil yang besarnya sama dengan kepayahan yang diperjuangkan. Sehingga tidak ada kesia-sian dalam berproses. Setiap waktu yang diinvestasikan dalam suatu proses tertentu akhirnya terbayar lunas.
- Etika dalam Majlis
Etika duduk dengan guru memerlukan jarak untuk menunjukkan penghormatan kepada guru. Terlalu dekat menandakan kita tidak menghormatinya
- Keutamaan Ilmu dan Harta
Dalam kenyataan, tidak sedikit orang alim yang hidupnya pas-pasan sementara orang tidak alim berlimpah hartanya. Realitas tersebut sekaligus menunjukkan bahwa pada hakikatnya ilmu tidak ada kaitannya dengan rizki seseorang. Ilmu adalah added value (nilai lebih) bagi seseorang, ilmu dan amal adalah kemuliaan di sisi Allah, sedangkan rizki itu semata-mata anugrah Allah.
Namun demikian penulis menyangkal bahwa ilmu dan harta tidak bisa berjalan beriringan. Ketika seseorang dengan latar belakang pendidikan rendah mempunyai penghasilan berlimpah daripada seseorang dengan latar belakang pendidikan tinggi, bisa jadi karena perbedaan ilmu. Orang berlatar pendidikan rendah tentunya belajar dari pengalaman sehingga mendapatkan keilmuan dari bidang pekerjaannya. Sementara orang yang latar belakangnya merupakan pendidikan tinggi memperoleh penghasilan sedikit karena tidak mempunyai keilmuan dalam konteks dunia kerja.
اَلْمَفْعُوْلُ بِهِ
Dalam bab ini kita membahas tentang definisi maf’ul bih, pembagian maf’ul bih ketentuan dalam maf’ul bih dan contoh maf’ul bih dalam al Quran.
Perhatikan contoh kalimat pada tabel berikut ini :
اَحْمَدُ يَقْرَأُ اَلْكِتَابَ
|
AHMAD MEMBACA BUKU
|
Ahmad : subjek (mubtada)
Yaqrau : predikat (khabar)
Alkitaba : objek (maf’ul bih)
|
عُثْمَانُ اَكَلَ رُزًّا
|
USMAN MAKAN NASI
|
Usman : Subjek (mubtada)
Akala : predikat (khabar)
Rujjan : objek (maf’ul bih)
|
عُمَرُ يَكْتُبُ رِسَالَةً
|
UMAR MENULIS SURAT
|
Umar : subjek (mubtada)
Yaktubu : predikat (khabar)
Risalatan : objek (maf’ul bih)
|
اَحْمَدُ ضَرَبَ سَارِقًا
|
AHMAD MEMUKUL PENCURI
|
Ahmad : subjek (mubtada)
Dhoroba : predikat (khabar)
sariqon : objek (maf’ul bih)
|
Dari tabel di atas bisa kita pahami bahwa maf’ul bih (dalam bahasa arab) sama dengan objek dalam bahasa Indonesia. Dalam kaidah bahasa arab maf’ul bih bisa didefinisikan sebagai berikut :
1. DEFINISI (تَعْرِيْف )
اسمٌ دلَّ على مَا وَقَعَ عليه فِعْلٌ الفَاعل
Isim (kata benda) yang menunjukan pada sesuatu atau orang yang dikenai pekerjaan (atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan objek)
2. PEMBAGIAN MAF’UL BIH
Maf’ul bih terbagi kepada 2 bagian yaitu
1. Dzohir (ظَاهِرٌ)
Maf’ul dzohir adalah maf’ul (objek) yang menunjukan kepada nama atau benda dan bukan berupa kata ganti. Perhatikan contoh berikut.
AHMAD MENGAMBIL BUKU DARI PERPUSTAKAAN. Yang menjadi maf’ul bih adalah kata كِتَابًا (kata كِتَابًا adalah maf’ul bih dzohir karena (kata benda dan bukan kata ganti)
|
اَخَذَ مُحَمَدٌ كِتَابًا مِنَ المَكْتَبَة
|
2. Dhomir (ضَمِيْرٌ)
AHMAD MENGAMBILNYA (BUKU). Yang menjadi maf’ul bih adalah kata هُ (kata هُ adalah maf’ul bih dhomir karena berupa kata ganti)
|
اَخَذَ هُ مُحَمَدٌ مِنَ المَكْتَبَة
|
3. KETENTUAN MAF’UL BIH
a. Baris Maf’ul bih harus nasab
Mari kita lihat contoh di bawah ini
اَكَلَ مُحَمَدٌ رُزًّا
|
Muhammad makan nasi
Kata yang digaris bawahi yaitu kata رُزًّا
Barisnya dinasabkan karena kedudukannya menjadi maful bih (objek)
|
عَلَّمَ اُسْتَاذٌ تِلْمِيْذًا
|
Guru mengajar murid
Kata yang digaris bawahi yaitu kata تِلْمِيْذًا barisnya dinasabkan karena kedudukannya menjadi maf’ul bih (objek)
|
4. Beberapa contoh maf’ul bih dalam al Qur’an
Ayat
|
Surat
|
Keterangan
|
وَرَاَيْتَ النَاسَ يَدْخُلُوْنَ فِيْ دِيْنِ اللهِ اَفْوَاجًا
|
Q.S An Nasr : 2
Dan Engkau melihat Manusia masuk islam dengan berbondong bondong
|
رَاَيْ (melihat : fiil (predikat)
تَ (engkau : fail (subjek))
النَاسَ (manusia : maf’ul bih (objek)) maf’ul bih nya dzohir. Karena jadi maf’ulbih maka barisnya di nasabkan dibaca annasa
|
اَلْهَــكُمُ التَكَاثُرُ
|
Q.S Attakatsur : 1
Telah melalaikan kepadamu hidup bermegah megahan
|
الْهَـ (melalaikan : fi’il (predikat))
كُمُ (kepadamu : maf’ul bih (objek)
التَكَاثُرُ (bermegah-megahan : fa’il (subjek)
Jenis maf’ul bih pada ayat ini dibuat dari isim dhomir yaitu lafadz كُمْ (kamu)
|
حَتَى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ
|
Q.S At takatsur : 2
Hingga Engkau masuk kedalam kubur
|
زُرْ (masuk “ fi’il : predikat)
تُمُ (kamu : fa’il : subjek)
الْمَقَابِرَ (kubur : maf’ul bih : objek)
|
اِيَّاكَ نَعْبُدُ
|
Q.S Al Fatihah : 5
|
اِيَاكَ (hanya kepadamu : maf’ul bih (objek)
نَعْبُدُ (kami : fa’il (subjek) beribadah : predikat (fi’il)
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar